Omzet Bus Pariwisata Depok Turun Drastis, Diduga Imbas Aturan Dedi Mulyadi

Omzet Bus Pariwisata Depok Turun Drastis, Diduga Imbas Aturan Dedi Mulyadi

Omzet Bus Pariwisata Depok Turun Drastis, Diduga Imbas Aturan Dedi Mulyadi

Pengusaha bus pariwisata di wilayah Depok tengah menghadapi masa sulit. Dalam beberapa bulan terakhir, omzet mereka dikabarkan mengalami penurunan yang cukup drastis.

Banyak pelaku usaha transportasi ini menyebut penyebab utama dari penurunan tersebut adalah adanya kebijakan baru yang

diberlakukan oleh mantan Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, yang kini menjabat sebagai anggota DPR RI.

Kebijakan tersebut dinilai menghambat mobilitas bus pariwisata di sejumlah kawasan wisata populer, khususnya di Jawa Barat.

Padahal, wilayah tersebut merupakan destinasi favorit bagi warga Depok dan sekitarnya untuk melakukan perjalanan wisata menggunakan jasa bus.

Omzet Bus Pariwisata Depok Turun Drastis, Diduga Imbas Aturan Dedi Mulyadi

Salah satu inti dari kebijakan yang menuai kontroversi tersebut adalah pembatasan akses bus pariwisata ke sejumlah titik wisata alam dan budaya.

Dedi Mulyadi disebut mengusulkan pembatasan agar lingkungan tetap terjaga dan kemacetan bisa dikurangi. Misalnya, bus pariwisata tidak diperbolehkan

masuk langsung ke area wisata dan harus memarkir kendaraan di tempat yang jauh dari lokasi utama, lalu pengunjung diharuskan melanjutkan perjalanan dengan angkutan lokal.

Langkah ini, meskipun bertujuan untuk pelestarian, justru memicu kekhawatiran di kalangan pengusaha bus. Mereka menilai, aturan tersebut membuat wisatawan menjadi

enggan menggunakan bus sebagai moda transportasi, karena ketidakpraktisan dan potensi penambahan biaya.

Penurunan Drastis Jumlah Pelanggan

Salah satu pengusaha bus pariwisata di Depok, Taufik Hidayat, menyebutkan bahwa sejak aturan tersebut mulai diberlakukan, jumlah pelanggan menurun hingga 60 persen. “Biasanya dalam sebulan kami bisa dapat 10 trip keluar kota, sekarang hanya tiga atau empat. Banyak sekolah dan rombongan keluarga yang membatalkan atau memilih sewa mobil kecil,” ujarnya.

Kondisi ini membuat banyak armada bus menganggur di garasi. Selain itu, beberapa perusahaan juga mulai merumahkan sopir dan kru bus karena tidak mampu menutupi biaya operasional.

Dampak Ekonomi Menjalar ke Sektor Lain

Penurunan omzet tidak hanya berdampak pada perusahaan penyedia jasa transportasi, tetapi juga merembet ke sektor pendukung lainnya seperti agen perjalanan

pemandu wisata, rumah makan, hingga usaha penginapan. Banyak pelaku usaha kecil di sekitar destinasi wisata yang mengandalkan kedatangan rombongan bus kini mengeluhkan sepinya pengunjung.

Di sisi lain, sebagian masyarakat di kawasan wisata menyambut baik aturan tersebut karena mengurangi polusi suara dan limbah yang biasa ditimbulkan oleh kerumunan wisatawan.

Tanggapan Dedi Mulyadi: Demi Alam dan Kearifan Lokal

Menanggapi protes dari pengusaha bus, Dedi Mulyadi menyatakan bahwa kebijakan ini bukan ditujukan untuk mematikan usaha

melainkan untuk menjaga keseimbangan antara pariwisata dan pelestarian lingkungan. Ia menilai, wisata berbasis komunitas dan budaya seharusnya tidak semata-mata dikejar dari sisi komersial.

“Kalau semua wisatawan datang rombongan besar, masuk sampai ke desa, nanti yang rusak lingkungannya slot online siapa yang tanggung? Kita harus dorong wisata berkualitas, bukan kuantitas semata,” ujarnya dalam sebuah wawancara media.

Solusi yang Ditawarkan: Kolaborasi Transportasi

Sebagai solusi, Dedi menyarankan agar perusahaan bus pariwisata bekerja sama dengan operator transportasi lokal di kawasan wisata. Dengan sistem park and ride, wisatawan tetap bisa menikmati perjalanan nyaman tanpa merusak lingkungan.

Namun, para pelaku usaha menilai kerja sama tersebut masih jauh dari ideal, karena belum ada regulasi dan skema insentif yang jelas dari pemerintah daerah maupun pusat.

Desakan Evaluasi Kebijakan

Asosiasi Pengusaha Bus Pariwisata (APBP) wilayah Jabodetabek kini tengah menyiapkan surat permohonan audiensi dengan Komisi V DPR RI dan Kementerian Pariwisata.

Mereka berharap kebijakan pembatasan akses bus bisa dievaluasi agar tidak merugikan pelaku usaha yang selama ini berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi daerah.

“Yang kami minta bukan kebijakan dicabut, tapi dievaluasi dan disesuaikan agar lebih adil dan tidak mematikan usaha,” ujar Ketua APBP Depok, Hendri Wijaya.

Kesimpulan: Perlunya Titik Temu Antara Regulasi dan Ekonomi

Kontroversi aturan Dedi Mulyadi menunjukkan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha dalam mengelola sektor pariwisata.

Pelestarian lingkungan memang penting, namun harus dilakukan tanpa mengorbankan mata pencaharian masyarakat.

Jika tidak ada solusi konkret, sektor transportasi wisata, khususnya di Depok, dikhawatirkan akan terus terpuruk.

Sudah saatnya semua pihak duduk bersama untuk mencari jalan tengah yang adil dan berkelanjutan.

Baca juga: Hasil Bologna Dan Dortmund Rossoblu Berhasil Menang S

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

saya bukan robot *Time limit exceeded. Please complete the captcha once again.