Lestarikan Budaya Asli Jakarta Komitmen Dari, Rahayu Saraswati semangat untuk menjaga dan melestarikan budaya lokal tidak pernah surut. Salah satu manifestasi nyata dari komitmen tersebut tampak dalam pelaksanaan Lebaran Betawi yang berlangsung di lingkungan RW 01, Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, pada Selasa, 13 Mei 2025.
Acara tahunan ini tidak hanya menjadi ajang silaturahmi dan perayaan identitas masyarakat Betawi, namun juga merupakan bentuk nyata penghormatan terhadap nilai-nilai budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun. Penyelenggaraan kegiatan ini menjadi simbol penting bahwa modernisasi tidak harus mengikis akar budaya suatu bangsa, melainkan dapat berjalan seiring dalam harmoni yang selaras.
Kegiatan Lebaran Betawi tahun ini terasa semakin istimewa dengan kehadiran sejumlah tokoh politik dan perwakilan legislatif, di antaranya Anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, serta Anggota DPRD DKI Jakarta, Anggi Arando Siregar.
Lestarikan Budaya Asli Jakarta Untuk Kedepan
Kehadiran mereka menunjukkan bahwa pelestarian budaya bukan hanya menjadi agenda masyarakat adat semata, melainkan juga bagian dari tanggung jawab bersama antara warga dan pemangku kebijakan.
Dalam kesempatan tersebut, Rahayu Saraswati tak hanya hadir secara simbolik, tetapi juga melibatkan Tunas Indonesia Raya (TIDAR)—organisasi sayap Partai Gerindra yang ia pimpin—untuk ikut serta dalam menyukseskan jalannya kegiatan. Keterlibatan kader-kader muda dalam kegiatan budaya semacam ini menjadi indikasi positif bahwa generasi penerus memiliki peran penting dalam melanjutkan estafet kebudayaan.
“Alhamdulillah, acara silaturahmi dan perayaan budaya ini berlangsung lancar dan penuh kehangatan. Kegiatan seperti Lebaran Betawi sangat penting dalam menguatkan jati diri masyarakat Betawi di tengah dinamika perkembangan Ibu Kota,” ujar Anggi Arando Siregar, Rabu (14/5/2025).
Sajian Budaya yang Memikat
Rangkaian kegiatan Lebaran Betawi di Kalibaru tahun ini berlangsung meriah dengan menghadirkan beragam pertunjukan kesenian khas Betawi, seperti gambang kromong, tarian tradisional, dan lenong anak-anak. Tak hanya menampilkan para seniman dewasa, acara ini juga dimeriahkan oleh penampilan anak-anak dan ibu-ibu kader lokal yang ikut mempersembahkan tarian dan lagu-lagu tradisional.
Hal ini memperlihatkan bahwa pelestarian budaya Betawi tidak hanya dilakukan oleh para pegiat seni profesional, namun juga melibatkan masyarakat secara langsung. Keterlibatan lintas usia dan gender menjadikan perayaan ini sebagai wadah yang inklusif serta mencerminkan partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat.
Di samping hiburan budaya, acara ini juga menjadi ruang promosi bagi pelaku ekonomi lokal melalui kehadiran stand Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang menyajikan berbagai produk khas Betawi. Mulai dari kuliner legendaris seperti kerak telor, kue cucur, dan nasi uduk, hingga kerajinan tangan dan aksesori bernuansa etnik, semua ditampilkan dalam suasana yang akrab dan penuh kebersamaan.
“Pertunjukan budaya yang kita lihat hari ini bukan sekadar hiburan. Ini adalah bentuk nyata dari upaya pelestarian seni dan tradisi Betawi, yang telah menjadi identitas warga Jakarta sejak dahulu kala,” tambah Anggi Arando Siregar.
Pentingnya Kolaborasi Lintas Generasi
Keberhasilan penyelenggaraan kegiatan ini tak lepas dari sinergi lintas lembaga dan kolaborasi antar generasi. Keterlibatan organisasi kepemudaan seperti TIDAR dalam acara budaya lokal menjadi salah satu contoh nyata dari model pelestarian budaya berbasis komunitas yang inklusif. Pelibatan generasi muda sangat krusial mengingat tantangan utama pelestarian budaya adalah regenerasi.
Dengan cara ini, nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam seni dan tradisi Betawi tidak hanya menjadi kenangan masa lalu, tetapi menjadi bagian aktif dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jakarta, khususnya di wilayah pesisir seperti Cilincing.
“Kami ingin menunjukkan bahwa pelestarian budaya tidak melulu menjadi tugas para sesepuh. Anak muda juga bisa dan harus terlibat aktif, agar budaya Betawi tetap relevan dengan zaman,” ujar salah satu kader TIDAR yang turut hadir dalam kegiatan tersebut.
Tantangan Modernisasi dan Jalan ke Depan
Meskipun antusiasme masyarakat dalam menjaga budaya lokal masih tinggi, tidak dapat dipungkiri bahwa tantangan modernisasi dan globalisasi semakin kompleks. Gempuran budaya populer, perubahan gaya hidup, hingga migrasi penduduk yang tinggi di kota besar seperti Jakarta menjadi faktor yang berpotensi mengikis eksistensi budaya asli.
Namun demikian, kegiatan seperti Lebaran Betawi di Kalibaru memberikan optimisme bahwa upaya pelestarian budaya bisa terus dijaga apabila dilakukan secara konsisten, kolektif, dan terorganisir. Diperlukan lebih banyak program yang bersifat inklusif dan menyasar generasi muda agar proses pewarisan nilai budaya tidak terputus di tengah jalan.
Pemerintah daerah, tokoh masyarakat, organisasi politik, pelaku seni, dan warga lokal memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk memastikan bahwa budaya Betawi tetap mendapatkan ruang dalam kehidupan publik, di tengah arus modernisasi dan kemajuan teknologi.
Penutup: Identitas Jakarta yang Tak Lekang Waktu
Lebaran Betawi bukan hanya sekadar seremoni tahunan, melainkan cerminan dari identitas kolektif masyarakat Betawi dan jati diri Jakarta sebagai kota yang berakar kuat pada warisan budayanya. Kegiatan seperti ini merupakan simbol keberanian untuk tetap berpijak pada tradisi, tanpa menolak modernitas.
Dengan kolaborasi yang terus diperkuat, dukungan dari berbagai kalangan, serta semangat pelestarian yang tidak pernah padam, budaya Betawi diyakini akan terus hidup, berkembang, dan menjadi kekayaan bangsa yang tak ternilai.
Baca Juga : Menyelaraskan Budaya Dan Spiritualitas, Java Fest X Nusantara