PLBN Sebatik Belum Beroperasi Usai Diresmikan Jokowi, DPRD: Itu Termasuk Korupsi
Presiden Joko Widodo secara resmi meresmikan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Sebatik yang berada di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, beberapa waktu lalu.
Peresmian itu dilakukan dengan harapan besar: memperkuat kehadiran negara di wilayah perbatasan, mendorong perdagangan lintas batas, serta meningkatkan pelayanan keimigrasian dan kepabeanan.
Namun ironisnya, meski bangunan megah telah berdiri dan telah dipotong pita peresmiannya, hingga saat ini PLBN Sebatik belum beroperasi secara fungsional.
Bangunan yang dibangun dengan anggaran negara ratusan miliar rupiah tersebut hanya menjadi “monumen diam” tanpa aktivitas pelayanan yang semestinya.

PLBN Sebatik Belum Beroperasi Usai Diresmikan Jokowi, DPRD: Itu Termasuk Korupsi
Keterlambatan operasional PLBN Sebatik langsung menuai kritik tajam dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Utara.
Beberapa anggota dewan menyebut bahwa proyek tersebut telah selesai secara fisik, tetapi tidak memiliki manfaat bagi masyarakat karena belum dimanfaatkan.
Bahkan, Ketua Komisi II DPRD Kaltara menyatakan bahwa kondisi ini bisa dikategorikan sebagai bentuk korupsi struktural
karena menyangkut pemborosan anggaran negara tanpa keberlanjutan fungsi pelayanan.
“Kalau pembangunan selesai tapi tidak dipakai, itu sama saja dengan menyia-nyiakan uang rakyat. Ini bukan sekadar kelalaian, tapi masuk ke ranah dugaan penyimpangan,” tegasnya dalam rapat dengar pendapat beberapa waktu lalu.
Masalah Teknis atau Politik Anggaran?
Sejumlah pihak menyebutkan bahwa belum beroperasinya PLBN Sebatik disebabkan oleh masalah administratif dan koordinasi antarinstansi. Prosedur operasional standar (SOP), pengadaan SDM, dan kejelasan kewenangan instansi pengelola dianggap belum tuntas. Di sisi lain, beberapa pengamat menilai ada tarik ulur kepentingan politik dan birokrasi antar-lembaga.
Ketiadaan personel Imigrasi dan Bea Cukai di pos tersebut menjadi salah satu indikator nyata bahwa belum ada kesiapan institusional dalam menjalankan fungsi PLBN. Padahal, keberadaan PLBN sangat strategis, mengingat Sebatik berbatasan langsung dengan Malaysia dan menjadi salah satu titik masuk orang dan barang antarnegara.
Dampak Sosial dan Ekonomi bagi Warga Perbatasan
Warga Pulau Sebatik menyayangkan lambannya pemerintah dalam mengoperasikan fasilitas yang seharusnya membawa banyak manfaat. Mereka berharap PLBN tidak hanya sebagai simbol kedaulatan negara, tetapi juga sebagai motor penggerak ekonomi lokal.
“Saat dulu Pak Jokowi datang dan resmikan, kami senang sekali. Tapi sampai sekarang belum ada perubahan nyata. Ekonomi tetap sulit, aktivitas ekspor-impor tetap lewat jalur lama,” ujar salah satu tokoh masyarakat Sebatik.
PLBN yang seharusnya mempermudah jalur legal perdagangan dan lalu lintas penduduk justru terkesan mangkrak. Ini menciptakan kekecewaan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap keseriusan pemerintah dalam membangun daerah perbatasan.
Pemerintah Pusat Diminta Bertindak Cepat
Melihat situasi ini, para anggota DPRD dan pengamat pembangunan mendesak pemerintah pusat, khususnya Kementerian PUPR
Kementerian Perdagangan, dan Direktorat Jenderal Imigrasi, untuk segera berkoordinasi dan menindaklanjuti pengoperasian PLBN Sebatik.
Mereka menilai bahwa tidak cukup hanya membangun secara fisik, tetapi harus ada tindak lanjut kebijakan yang serius dan terkoordinasi
agar fasilitas tersebut bisa dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
Jika tidak segera dioperasikan, maka anggaran yang telah digelontorkan untuk membangun PLBN terancam menjadi beban
negara tanpa manfaat konkret, sekaligus membuka celah korupsi dalam bentuk pemborosan anggaran dan inefisiensi.
Penutup: Jangan Biarkan PLBN Jadi Monumen Kosong
PLBN Sebatik adalah simbol kehadiran negara di wilayah terluar.
Namun jika hanya menjadi bangunan kosong tanpa aktivitas, maka itu hanya akan memperkuat persepsi bahwa pembangunan pemerintah masih bersifat seremonial dan tidak menyentuh kebutuhan riil rakyat.
Pemerintah harus menjadikan ini sebagai pelajaran dan segera melakukan langkah tegas.
Warga perbatasan berhak atas pelayanan negara yang optimal, bukan sekadar bangunan mewah tanpa fungsi.