Penghentian Sementara Tambang Nikel, Yang Ada Di Raja Ampat Muhammad Sarmuji, menyatakan dukungannya terhadap langkah tegas yang diambil oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, dalam menghentikan sementara aktivitas pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya.
Kebijakan tersebut dinilai sebagai langkah tepat dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan hidup, khususnya ekosistem laut di kawasan yang dikenal sebagai salah satu surga biodiversitas dunia.
Dalam pernyataan resmi yang disampaikan di Jakarta pada Sabtu (8/6), Sarmuji menegaskan bahwa keputusan moratorium tambang tersebut merupakan bentuk tanggung jawab negara terhadap perlindungan sumber daya alam yang tidak tergantikan. Ia menyebut bahwa wilayah Raja Ampat memiliki posisi strategis sebagai kawasan konservasi laut yang dilindungi secara nasional maupun internasional.
Penghentian Sementara Tambang Nikel Raja Ampat
Menurut Sarmuji, Raja Ampat terletak di wilayah yang dilintasi garis khatulistiwa dan dikenal luas sebagai wilayah dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia. Dengan luas perairan mencapai 4,6 juta hektare, kawasan ini mencakup 1.411 pulau kecil, atol, serta beting yang tersebar mengelilingi empat pulau besar, yakni Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool.
“Wilayah kepala burung Papua ini menyimpan kekayaan alam yang luar biasa dan memiliki nilai ekologis yang tidak ternilai. Oleh sebab itu, setiap aktivitas ekonomi yang berpotensi mengancam kelestariannya harus ditinjau ulang dengan serius,” ujar Sarmuji dalam keterangannya.
Ia juga menambahkan bahwa berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, segala bentuk penambangan mineral di wilayah pesisir maupun pulau kecil dilarang apabila terbukti menimbulkan kerusakan ekologis, konflik sosial, serta dampak negatif terhadap budaya dan penghidupan masyarakat lokal.
Langkah penghentian sementara tambang nikel tersebut muncul sebagai respons pemerintah terhadap sorotan tajam dari berbagai kalangan, termasuk organisasi lingkungan seperti Greenpeace Indonesia.
Pada tanggal 3 Juni 2025, organisasi tersebut menggelar aksi unjuk rasa yang bertepatan dengan pelaksanaan Indonesia Critical Minerals Conference & Expo di Jakarta. Dalam aksinya, Greenpeace mengungkap keberadaan aktivitas pertambangan nikel yang dinilai berpotensi merusak kawasan konservasi laut Raja Ampat.
Greenpeace menyuarakan kekhawatiran bahwa eksploitasi sumber daya mineral di wilayah tersebut dapat menimbulkan kerusakan permanen terhadap ekosistem yang selama ini menjadi rumah bagi ratusan spesies endemik dan menjadi tumpuan ekonomi nelayan tradisional. Hal tersebut kemudian mendorong Menteri ESDM untuk segera melakukan evaluasi atas kegiatan pertambangan yang tengah berlangsung.
Penjelasan Menteri ESDM Mengenai Status Izin Tambang
Dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta pada Kamis (5/6), Menteri Bahlil Lahadalia menjelaskan secara rinci mengenai kondisi terkini aktivitas tambang di Raja Ampat. I
a menyebut bahwa terdapat lima Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diterbitkan untuk wilayah tersebut. Namun, hanya satu perusahaan yang telah memasuki tahap produksi, yaitu PT GAG Nikel, anak usaha dari PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Empat IUP lainnya masih dalam tahap eksplorasi dan belum memulai kegiatan operasional secara penuh. Bahlil juga menjelaskan bahwa izin produksi PT GAG Nikel diterbitkan pada tahun 2017, pada saat ia belum menjabat sebagai menteri dan masih menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). I
a menambahkan bahwa sebelum beroperasi, perusahaan tersebut telah memiliki dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) sesuai ketentuan yang berlaku.
“Kami memahami pentingnya investasi dan pengelolaan sumber daya alam untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, kami juga memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memastikan bahwa eksploitasi tersebut tidak merusak lingkungan hidup, terutama di kawasan konservasi sekelas Raja Ampat,” tegas Bahlil.
Komitmen Pemerintah terhadap Konservasi dan Keberlanjutan
Sarmuji dalam kapasitasnya sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), menilai bahwa keputusan penghentian sementara operasional tambang nikel merupakan refleksi dari semangat keberlanjutan yang menjadi bagian dari kebijakan pembangunan nasional. Ia menggarisbawahi pentingnya menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan hidup.
“Kami mengapresiasi ketegasan pemerintah dalam merespons persoalan ini. Konservasi dan pengelolaan sumber daya secara berkelanjutan harus menjadi prioritas utama. Pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat sipil harus bersinergi dalam menjaga warisan alam ini dari dampak keserakahan jangka pendek,” ucapnya.
Ia juga menyampaikan bahwa ke depan, perlu ada peninjauan menyeluruh terhadap semua perizinan tambang di wilayah pesisir dan pulau kecil di Indonesia untuk memastikan kesesuaiannya dengan prinsip perlindungan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Baca Juga : Polri Gelar Operasi Sistemik dari Mabes hingga Polsek untuk Berantas Premanisme
Langkah penghentian sementara aktivitas tambang nikel di Raja Ampat yang diambil oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mendapat dukungan penuh dari berbagai elemen masyarakat dan partai politik, termasuk dari Partai Golkar melalui pernyataan Sekjen Muhammad Sarmuji. Kebijakan ini menjadi penanda bahwa pemerintah serius dalam menjaga integritas wilayah-wilayah strategis yang memiliki nilai konservasi tinggi.
Dalam konteks yang lebih luas, keputusan ini sekaligus menjadi momentum penting untuk merefleksikan kembali arah pembangunan nasional yang tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjunjung tinggi prinsip keberlanjutan dan tanggung jawab lingkungan.