Radar Polisi Tangkap Jejak ‘Kaka’, Pengatur Sabu di Pusat Hunian PIK
Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Metro Jaya kini tengah memburu sosok berinisial ‘Kaka’, yang diduga kuat
sebagai pengendali utama jaringan peredaran sabu di kawasan elite Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta Utara.
Jejaknya mulai terendus setelah pengungkapan sejumlah kasus narkotika dalam beberapa bulan terakhir yang melibatkan tempat tinggal eksklusif seperti apartemen dan rumah mewah di wilayah tersebut.
Informasi ini diperoleh setelah polisi menangkap beberapa kurir dan pemilik barang bukti narkoba yang mengaku
memperoleh instruksi langsung dari seseorang bernama “Kaka”. Sumber menyebutkan bahwa Kaka tidak hanya
menjadi dalang di balik distribusi sabu di PIK, tetapi juga memiliki jaringan lintas kota dan diduga terhubung dengan pemasok dari luar negeri.

Radar Polisi Tangkap Jejak ‘Kaka’, Pengatur Sabu di Pusat Hunian PIK
Kasus ini mencuat ketika tim Direktorat Reserse Narkoba melakukan penggerebekan di salah satu unit apartemen mewah di PIK
awal April 2025 lalu. Dalam penggerebekan tersebut, polisi menangkap seorang pria berinisial AR (28) yang diketahui sebagai kurir sekaligus penjaga gudang sabu.
Dari lokasi, aparat menyita barang bukti berupa:
-
Sabu seberat 3,2 kilogram
-
Timbangan digital
-
Alat komunikasi
-
Buku catatan transaksi
-
Uang tunai senilai Rp 75 juta
Kepada penyidik, AR mengaku hanya bertugas menerima dan mengirimkan pesanan berdasarkan instruksi dari “atasan
yang selama ini ia kenal dengan sebutan ‘Kaka’. Ia mengaku tidak pernah bertemu langsung dengan sosok tersebut, dan seluruh komunikasi dilakukan melalui aplikasi pesan terenkripsi.
Modus Operandi: Transaksi Terorganisir dan Tertutup
Menurut keterangan dari Kasubdit I Ditresnarkoba Polda Metro Jaya, AKBP Dedi Santosa, pola peredaran sabu yang dikendalikan
Kaka tergolong rapih dan sulit dilacak. Ia menggunakan jaringan perantara alias kurir yang berbeda untuk setiap transaksi
serta menyewa beberapa unit apartemen dengan identitas palsu guna menyimpan dan membagi barang.
“Pelaku utama tidak pernah tampil langsung. Kami menduga, ‘Kaka’ hanya mengatur alur pengiriman dan pembayaran dari balik layar
sementara eksekusi di lapangan diserahkan kepada orang suruhan,” ujar AKBP Dedi dalam konferensi pers.
Modus ini disebut sebagai bentuk “narkoba berlapis”, yakni sistem kerja mirip organisasi, di mana satu orang hanya tahu tugasnya tanpa mengenal rekan satu jaringan lainnya. Tujuannya adalah untuk menghindari pengungkapan total jaringan jika salah satu anggota tertangkap.
Kawasan Elite Jadi Target Jaringan Narkoba
Pemilihan apartemen dan perumahan di kawasan elite seperti PIK bukan tanpa alasan. Polisi menduga lokasi tersebut digunakan karena beberapa faktor:
-
Privasi tinggi dan keamanan ketat, yang membuat gerak aparat lebih sulit.
-
Minim kecurigaan karena sebagian penghuni adalah ekspatriat atau kalangan ekonomi atas.
-
Kedekatan dengan akses pelabuhan dan bandara, yang memudahkan jalur distribusi.
-
Target pasar premium, karena sabu yang dijual diduga memiliki kualitas tinggi dan harga jauh di atas rata-rata.
Kepolisian mencatat bahwa selama tahun 2024–2025, terjadi peningkatan penggunaan hunian mewah sebagai tempat persembunyian dan distribusi narkoba oleh jaringan kelas atas.
Baca juga:Peringatan Hari Keris Nasional, Komitmen Jaga Identitas Budaya Bangsa
Profil ‘Kaka’ Masih Misterius
Meski sudah disebut oleh beberapa tersangka, identitas lengkap sosok ‘Kaka’ masih menjadi misteri. Berdasarkan hasil
forensik digital, nomor yang digunakan Kaka terdaftar dengan nama palsu dan menggunakan VPN serta jaringan internet privat untuk menyamarkan lokasi.
Namun, polisi mengklaim telah mengantongi sejumlah jejak digital dan nama-nama terkait, yang saat ini sedang dalam tahap analisis dan penelusuran lebih lanjut.
“Kami sudah bentuk tim khusus untuk melacak keberadaan dan pola komunikasi Kaka. Kami bekerja sama dengan pihak
provider dan cybercrime untuk menembus lapisan-lapisan keamanan digital yang digunakan pelaku,” ungkap Dedi.
Dugaan Keterlibatan Jaringan Internasional
Dalam penyidikan yang berkembang, penyidik menemukan indikasi bahwa sabu yang diedarkan oleh jaringan Kaka merupakan produk impor, kemungkinan besar berasal dari kawasan Segitiga Emas (Golden Triangle) yang mencakup Laos, Thailand, dan Myanmar.
Barang-barang tersebut diduga masuk melalui jalur laut secara ilegal dan kemudian disimpan di lokasi-lokasi “aman” di Jakarta dan sekitarnya sebelum diedarkan. Polisi juga tidak menutup kemungkinan adanya keterlibatan jaringan narkoba internasional yang memiliki struktur dan pendanaan besar.
Kepolisian saat ini tengah berkoordinasi dengan Bea Cukai, BNN, dan Interpol untuk membuka peluang kerja sama lintas negara demi menelusuri asal-usul dan alur masuk barang haram tersebut.
Reaksi Publik dan Langkah Antisipatif
Munculnya kasus narkoba di kawasan hunian elite seperti PIK mengundang kekhawatiran masyarakat dan pengelola apartemen. Beberapa pihak meminta agar pemerintah lebih aktif mengawasi penggunaan properti mewah yang disalahgunakan sebagai tempat distribusi kejahatan.
Pemerintah daerah dan kepolisian pun menyerukan kerja sama aktif dari pengelola apartemen dan security dalam pelaporan aktivitas mencurigakan, termasuk penyewaan jangka pendek yang tidak jelas asal usulnya.
“Jika masyarakat dan pengelola hunian berani melapor, maka potensi pencegahan akan lebih besar. Jangan sampai tempat tinggal kita menjadi markas kejahatan,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya.
Penutup: Polisi Terus Kembangkan Kasus
Meski hingga kini ‘Kaka’ belum tertangkap, kepolisian menegaskan bahwa pengejaran terhadap dalang peredaran sabu di PIK akan terus dilakukan. Sosok yang selama ini bersembunyi di balik sistem distribusi yang rapi dan tertutup itu diyakini masih berada di wilayah Jabodetabek.
Dengan bukti yang semakin mengerucut, termasuk jaringan keuangan dan alur transaksi yang sudah mulai teridentifikasi, polisi optimis kasus ini akan segera menemukan titik terang.
“Siapa pun yang mengendalikan narkoba, apalagi dalam skala besar, pasti akan kami kejar hingga tertangkap. Tidak ada tempat aman bagi pelaku, sekalipun mereka bersembunyi di balik kemewahan,” tegas AKBP Dedi.